Jumat, 25 Juli 2008

Orang Miskin Kian Sulit Mendapatkan Air Bersih

-----------------------------------------------------------------------------
Air merupakan hak asasi manusia dan negara memiliki kewajiban untuk menghargai, melindungi, dan memenuhi untuk kebutuhan rakyatnya. Hak atas air adalah prasyarat dari pemenuhan hak asasi yang lain (International Convenant on Economic, Social, and Cultural Right, November 2002)
-----------------------------------------------------------------------------

Sudah merupakan sunatullah bahwa air di muka bumi ini diciptakan dengan jumlah yang tetap. Daur hidrologi pun memperkuat hal tersebut. Perbedaan hanya terletak pada fase (wujud) dan terdapat beradanya.Berdasarkan jumlahnya, dari 75 persen air yang menutupi permukaan bumi, sebanyak 97,3 persen merupakan air laut, 2,14 persen gletser dan kutub. Dari jumlah itu, yang bisa dimanfaatkan manusia hanya sebesar 0,62 persen.
Komposisi gletser yang cukup tinggi di wilayah kutub utara dan selatan saat ini dengan adanya pemanasan global mulai mencair dan beberapa bagian bumf ini sudah hilang akibat meningkatnya permukaan air laut. Sementara air yang bisa dimanfaatkan oleh manusia untuk kebutuhan hidup ternyata Jumlahnya sangat sedikit dan kondisinya pun sudah banyak tercemar.
Jawa Barat saja dengan potensi air yang tinggi pada musim hu-jan (81 mtdar meter kubik per tahun}, tetapi rnerosot tajam pada musim kemarau (8 miliar meter kubik per tahun) masih mengafami defisit air sebesar 9 miliar meter kubik dari kebutuhan sebesar 17 miliar meter kubik per tatiunnya (Neraca Kualitas Lingkunag Hidup Jabar, 2000). Konon, dari jumiah air yang bisa dimanfaatkan tersebut pada musim kemarau di witayah Jawa Barat khususnya hanya bisa dipergunakan kurangdari 10 persen (Pikiran Rakyat, 31 De-sember 2005).
Hal ini disebabkan buruknya kualitas air yang ada akibat pencemaran limbah dan kerusakan lingkungan. Kerusakan hutan yang terjadi hampir di seluruh wilayah Jawa Barat mengakibatkan hutan yang tersisa saat ini tinggal 7 persen saja dan menimbulkan pengaruh yang tidak sedikit terhadap aspek-aspek lainnya daiam kehidupan. Penurunan jumlah tanaman keras di ekosistem pegunungan meng- akibatkan terhambatnya proses kondensasi dan pembentukan awan yang jumlahnya mencapai 75 persen, sedangkan selebihnya sebanyak 25 persen terhambat meresap ke dalam tanah karena tidak adanya tanaman yang menyerap air lewat akar-akarnya yang kokoh dan mempunyai daya kapiler yang kuat.
Gunung yang berfungsi sebagai pancang-pancang di bumi sebenarnya mempunyai peran yang besar sebagai melindungi bumi dari kerusakan yang diakibatkan oleh angin di samping fungsi lainnya sebagai bendungan alam dan fungsi ekologis,
Hutan dengan kekhasan tanaman maupun margasatwa yang hidup di dalamnya mempunyai peran penting sebagai paru-paru dunia. Tak mengherankan jika eksistensinya sekarang mulai menjadi perhatian dunia mengingat semakin panasnya suhu bumi yang mengakibatkan bolongnya lapisan ozon di kutub utara dan selatan akibat efek gas rumah kaca. Akibat dari semua kerusakan yang terjadi saat ini, di samping terjadinya pemanasan gfobal, juga krisis air mulai terjadi di berbagai belahan bumi dan ujung-ujungnya adalah terancamnya kehidupan di muka bumi.

Akses di perdesaan

MDGs 2015 menargetkan, 80 persen masyarakat perkotaan dan 69 persen masyarakat perdesaan mampu memiliki akses terhadap air bersih. Akan tetapi, apabiia kerusakan lingkungan tidak segera diperhatikan dan rehabilitasi lahan tidak segera dilakukan, tampaknya sulit untuk mencapai target tersebut.
Kerusakan lingkungan pun dirasakan oleh penduduk di Kampung Pasir Peundeuy, Kec. Banjaran, Kab. Bandung. Seorang kakek yang biasa dipanggil Abah Omod maupun Rita tetangganya menuturkan, gunung-gunung sekarang sudah gundul karena ditebang maupun terbakar. Ada yang menebang untuk pertanian, tetapi ada pula yang dibuat jalur untuk motocross. Menurut Abah Omod, dahulu sawah di sana bisa panen beberapa kali, tetapi saat ini hanya satu kaii dan sudah tidak dalam lagi lumpurnya.
Meski demikian, Abah Omod tetap bersyukur, masih bisa mendapatKan air bersih walaupun butuh banyak bambu yang harus dipergunakan untuk bisa menjadi saluran air (talang) hingga ke dekat rumahnya, Akses Air bersih sebetulnya sudah mulai diupayakan di kawasan ini. Pembangunan bak-bak penampungan air dengan dana bantuan dari kimtawil pun sudah ada walaupun belum berjalan optimal.
Lain Banjaran, beda pula Cibodas, Kec. Lembang, Masyarakat di desa tersebut berupaya mengelola kebutuhan air bagi warganya sendiri dengan menyalurkan dari mata air - mata air yang ada di wilayahnya ke bak-bak penampungan yang bisa langsung diakses warga. Hasilnya, kebutuhan desa pun mampu ditutupi oleh badan pengelolaan air bersih ini. Lebih menakjubkan lagi, badan ini mampu mengeluarkan dana beasiswa bagi masyarakat yang berprestasi dan tidak mampu maupun dana kompensasi bagi wilayah yang dilewati aliran airnya.

Air bersih di perkotaan

Lain desa lain pula kota, walaupun muara permasalahannya hampir sama pada upaya-upaya untuk mendapatkan air bersih. Ibu Eti, seorang bidan desa di Banjaran menceritakan tentang kekhawatirannya melihat penduduk di sekitar bantaran sungai, yang masih mengambil air langsung dari sungai menggunakan paralon-paralon untuk kebutuhan sehari-harinya, padahal air sungai sangat kotor dan dipenuhi sampah.
Menurut dia, jangankan mengambil air dari sungai secara langsung, menggali sumur di rumah yang dekat dengan sungai pun masih terkena rembesannya. Akibatnya, air jadi berbau dan perlu di proses dulu beberapa tahap dengan menggunakan bahan pengendap dan saringan sederhana.
Potret tersebut tidak berbeda jauh pula dengan yang terjadi di kawasan Cicadas, sebuan lokasi yang padat penduduk di tengah-tengah Kota Bandung. Berada di daerah yang merupakan kawasan pasar tradisional, daerah ini padat akan aktivitas perekonomian. Sungai Cicadas pun mengallr melewati daerah ini dan sebagai mana kebanyakan tempat di Jawa Barat yang sarat aktivitas ekonomi, sungai pun penuh dengan sampah.
Bila hujan tiba, sungai berwarna hitam. berbau, dan sering kali meresap ke sumur-sumur warga sehingga air sumur tidak lag! bisa dipergunakan. Sebaliknya, bila musim kemarau, sungai yang penuh endapan bisa menjadi tempat bermain bagi anak-anak yang tinggal di kawasan tersebut Air dari PDAM hanya mengalir seminggu dua kali dan itu pun cuma 2 jam. Masyarakat pun kembali harus merogoh kocek lebih dalam untuk dapat memenuhi kebutuhan air bersih setiap harinya.
Kedua potret di atas menunjukkan arti penting air bersih bagi kehidupan. Bagaimana pun juga, tak ada satu pun makhluk hidup di dunia ini yang tidak membutuhkan air sehingga slogan air adalah kehidupan adalah benar. Kesulitan masyarakat mengakses air bersih saat ini sudah terjadi secara global.
Gambaran yang cukup mengejutkan adalah tingginya pemakaian air bersih di negara-negara maju dengan perbandingan sebagai berikut: air yang dipergunakan seseorang setiap harinya di negara berkembang rata-rata saat ini hanya 10 liter, berbeda jauh bila dibandingkan dengan penggunaan air di negara maju.
Di Inggris, seseorang menghabiskan air rata-rata sampai 135 liter setiap harinya hanya untuk keperluan jamban atau toilet yang ternyata setara dengan kebutuhan air yang bisa dipergunakan untuk memasak, mencuci, makan, dan minum di negara-negara dunia ketiga. Padahal, di negara kita kebutuhan minimal akan air idealnya 10 meter kubik (Instruksi Menteri Datam Negeri NO. 8 Tahun 1998). Akan tetapi, keiuarga miskin yang tidak punya akses air bersih tidak dapat memenuhi kebutuhan minimal tersebut.

Ditanggung orang miskin

Masyarakat miskin selalu lebih banyak menanggung akibat dari semua perbuatan pihak-pihak bermodal yang hanya menggambil keuntungan bagi dirinya sendiri dengan mengeksploitasi alam. BBM naik, biaya transportasi meningkat, bahan pangan mahal, semua harus dialami dampaknya oleh orang-orang yang tidak mampu. Padahal untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih saja sudah banyak harus mengeluarkan biaya setiap bulannya.
Data dari Bank Dunia menyebutkan, banyak keluarga miskin di Indonesia harus membayar 10-20 persen dari pendapatannya untuk membeli air bersih dari penjual air keliling, padahal umumnya pendapatan mereka di bawah UMR.
Semakin berat upaya yang harus ditempuh untuk mencapai IPM 65 persen di Jawa Barat ke depannya kalau dari satu sisi saja yaitu permasalahan air bersih tidak serius penangannya.
Pemerintah harus terus berupaya untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi warganya dan masyarakat pun jangan pernah menyerah untuk mendapatkan hak- haknya.
Bentuk-bentuk inisiatif masyarakat melakukan pengelolaan bersama untuk air bersih seperti di wilayah RW 09 dan RW 15 Babakan sari maupun di Kelurahan Wates adalah dua potret upaya masyarakat untuk bisa mendapatkan air bersih untuk keperluan hidupnya. Mari kita mulai berlaku bijak dalam penggunaan air bersih dan bertaku arif terhadap alam.***

Dine Andrian
Koordinator K3A.*

Tidak ada komentar: