Jumat, 25 Juli 2008

Batik Fraktal Konvergensi Seni dan Sains





Batik dikenal sebagai bagian dari budaya Indonesia yang memiliki nilai seni tinggi.Meski batik juga ditemukan di sejumlah negara, namun batik paling popular di dunia berasal dari Indonesia, khususnya Jawa. Tidaklah mengherankan jika batik selalu identik dengan Indonesia. Karena Indonesia juga terdiri dari banyak suku bangsa dan mereka mengenal tradisi membatik dengan baik, maka motif batik di Indonesia pun sangat beragam.
Batik-batik di Indonesia pada umumnya merupakan buah karya tangan-tangan terampil dari para pembatik yang memiliki keterampilan membatik secara turun-temurun. Para pembatik hanya mengikuti kaidah yang diajarkan orang tua atau pendahulunya, mulai dari kegiatan mendesain, menulis (untuk batik tulis) atau mencetak (untuk batik cap), hingga proses akhir sampai dihasilkannya kain batik yang indah dari sisi estetika seni. Tampak begitu sederhana dan tak melibatkan rumus, teori, atau teknologi yang canggih.
Padahal, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Pixel People Project, pelaku industri kreatif yang memelopori riset dan pengembangan batik fraktal di Indonesia, batik mengandung fraktal yang kental. "Secara tak sadar nenek moyang bangsa Indonesia yang menggunakan naluri dalam membatik, ternyata telah berpikir secara sistematis. Ini terlihat dari motif batik yang dihasilkan, ternyata dapat dihitung dimensi fraktalnya," kata Muhammad Lukman, Head of Design Pixel People Project.
Menurut Lukman, dari hasil penelitian tersebut disimpulkan, motif-motif batik Indonesia merupakan fraktal, yaitu suatu sistem di semesta alam dengan prinsip utama pada literasi (pengulangan), sehingga motif batik Indonesia dapat diteliti dari sudut sains dan matematika. Di samping itu, batik Indonesia merupakan hasil karya seni asli Indonesia dilibat dari interaksi sosial dan kebudayaan bangsa Indonesia yang dihitung dalam kuantifikasi fraktal.
Sedangkan menurut Yun Hariadi, Head of Research Pixel People Project, fraktal merupakan konsep matematika yang membahas kesamaan pola pada semua skala. Secara sederhana kehadiran fraktal ditandai oleh adanya perulangan pola atau kesamaan diri (self similarity) pada skala yang berbeda-beda atas suatu objek.
Contoh sederhana untuk menggambarkan fraktal adalah segitiga Sierpinski.Pa- da segitiga ini setiap bagian segitiga di dalamnya memliki kesamaan pola dengan segitiga lainnya. "Di alam juga bisa kita jumpai fenomena fraktal. Pohon cemara merupakan contoh sederhana hadirnya fraktal di alam. Jika kita bandingkan struktur atau pola pohon cemara dengan struktur pada dahannya akan kita peroleh pola yang sama," kata Yun.
Yun, yang juga peneliti bidang matematika ITB ini berpendapat, perkembangan teknologi komputer telah memberi sumbangan yang sangat besar pada kelahiran fraktal. Dengan perkembangan teknologi komputer cara menghitung kesamaan pola
pada skala yang berbeda-beda makin tepat. Fraktal atau kesamaan pola pada skala yang berbeda-beda menjadi begitu penting karena fraktal merupakan tanda keteraturan dalam ketidakteraturan (chaos) dalam suatu sistem yang bersifat chaos.
"Sebelum penemuan teori chaos, kondisi chaos disamakan dengan kondisi acak tanpa aturan, tanpa struktur, dan mustahil untuk dimodelkan secara matematika. Namun, setelah penemuan teori chaos, kita jadi paham bahwa dalam sistem yang kompleks, tak linier, dan sangat sensitif pada kondisi awal, terdapat tanda keteraturan dalam ketidakteraturan yaitu fraktal," kata Yun menjelaskan.
Untuk mengukur tingkat fraktal, kata Yun, salah satunya adalah menggunakan penggaris dimensi fraktal, sebuah dimensi yang membutuhkan geometri baru, yang berbeda dengan geometri Euclidean, yakni geometri fraktal. Geometri ini mampu menerima benda dengan dimensi pecahan. Sedangkan geometri Euclidean hanya mampu mengelompokkan benda-benda ke dalam dimensi bilangan bulat, bukan pecahan.
Beberapa benda yang masuk ke dalam geometri Euclidean adalah garis lurus yang merupakan benda berdimensi satu (hanya terdiri atas panjang), bujur sangkar merupakan benda berdimensi dua (panjang dan lebar), dan kubus yang merupakan benda berdimensi tiga (panjang, lebar, dan tinggi). Sedangkan geometri fraktal menerima objek yang berdimensi pecahan misalnya 1,5 atau 2,75.
Hasil perhitungan Pixel terhadap 200 sampel motif batik dari berbagai daerah di Indonesia menunjukkan, batik memiliki dimensi fraktal 1,5. Sebagai pembanding, lukisan kubisme Picasso memiliki dimensi fraktal 3. "Hasil ini menunjukkan bahwa batik memiliki tingkat fraktal yang tinggi," kata Yun.

Masa depan batik

Pixel telah melakukan penelitian mendalam mengenai motif-motif batik tradi- sional Indonesia yang dihubungkan dengan bidang sains, teknologi, dan desain. Usaha Pixel pun mendapatkan pengakuan internasional dengan diikutsertakannya hasil temuan mereka pada even "loth Generative Art International Conference di Kota Milan, Italia, Desember2007. "Bisa dibilang, hasil temuan kita mengenai batik fraktal lebih dikenal duluan di luar negeri daripada di negeri sendiri," ujar Nancy Margried, Head of Business & Publication Pixel People Project.
Saat ini, kata Nancy, pihaknya bertujuan untuk mengaplikasikan batik fraktal sebagai sumbangan terhadap batik modern Indonesia. "Batik fraktal bukanlah kritik terhadap batik tradisional Indonesia. Batik fraktal lahir dari pengamatan dan studi mendalam terhadap motif-motif batik dari berbagai daerah di Indonesia yang ke-mudian diteliti dengan menggunakan dimensi fraktal," kata Nancy.
Untuk selanjutnya, kata Nancy, pihaknya akan melakukan eksplorasi dan pengolahan desain yang lebih jauh untuk menghasilkan motif-motif batik kontemporer dengan ciri inovasi yang jelas sehingga berbeda dari motif batik tradisional. "Meski demikian, motif batik fraktal ini tetap bersumber dari motif batik tradisional Indonesia," katanya.
Rencananya, untuk lebih memperkenalkan batik fraktal kepada masyarakat, Pixel akan menggelar pameran dan seminar di Prefere 72, Dago Bandung, 16-18 Mei 2008. Salah satu pembicara seminar tersebut adalah Prof. Celestino Soddu, Chairman of Board Committee of Generative Art International Conference, Politecnico di Milano, Italia.
Menurut Lukman, batik fraktal merupakan salah satu manifestasi dari "konvergensi" antara seni membatik yang bersifat tradisional dan sains, khususnya matematika.Konvergensi itu tidak akan mematikan atau menggusur orisinilitas motif tradisional. Sebaliknya, konvergensi itu akan menambah kaya khasanah dan memperindah motif-motif yang ada.
"Dengan program fraktal, satu motif batik bisa dikembangkan menjadi ratusan, bahkan ribuan motif tanpa menghilangkan motif aslinya," kata Lukman. Bisa jadi, batik fraktal menjadi bagian penting bagi masa depan batik Indonesia. (Muhtar Ibnu Thalab/"PR")***

Tidak ada komentar: