Jumat, 25 Juli 2008
Bumbu Termahal Di Dunia
Kita mengenal kaviar dan white truffles sebagai makanan termahal di dunia. Selain karena rasa dan ketersediaannya yang langka, dua jenis makanan ini dipercaya merupakan simbol prestise. Saatnya kita mengenal satu lagi makanan mahal lainnya, dialah saffron, bumbu khas yang per kilogramnya bisa mencapai 11.000 dolar AS atau sekitar Rp 99 juta. Tak seperti makanan mahal lainnya yang bisa langsung dimakan, saffron harus ditambahkan pada resep makanan tertentu karena memang saffron merupakan bumbu. Masakan yang memakai bumbu saffron antara lain French Bouillabaisse, Italian Risotto Milanese, English saffron Cakes, Indian Biryani, dan makanan impor lainnya. Selain dipakai sebagai bumbu,sejak dahulu, saffron biasa dipakai sebagai obat, sedangkan dalam dunia industri sekarang ini, saffron banyak dipakai sebagai pewarna makanan, seperti pewarna permen dan pewarna minuman keras.
"Crocus sativus"
Saffron sebenarnya berasal dari tangkai sari (stigma) bunga Crocus sativus. Bunga yang memiliki famili Iridaceae ini dipanen dengan cara dipetik manual memakai tangan. Dalam setiap bunga Crocus safivus terdapat tiga tangkai sari. Tangkai sari yang didapat kemudian mengalami proses penjemuran hingga kadar airnya turun, setelah itu tangkai sari kering bisa disimpan langsung atau bisa digerus halus dan dikemas rapat dalam kertas aluminium atau toples serta disimpan di tempat sejuk dan tidak terkena sinar matahari. Penyimpanan serbuk saffron ini sangat memegang peranan karena semakin rapi dan teliti, maka rasa dan aroma saffron akan terjaga.
Menurut beberapa sumber, saffron berasal dari daratan Asia, tepatnya Persia (Iran). Akan tetapi, bibitnya dikembangkan di Eropa, yakni di Yunani. Kata saffron sendiri berasal dari bahasa Francis kuno abad ke-12, soffran, dan merupakan turunan kata safranum dari bahasa Latin. Sajranum ini juga dekat dengan bahasa Italia, zafferano dan bahasa Spanyol azafran. Safranum ini juga berasal dari bahasa Arab, ashfar yang berarti kuning dan mirip dengan kata za'faran yang berarti bumbu.
Di alam bebas, bunga Crocus sativus hidup sebagai tumbuhan yang tetap hijau sekalipun dalam musim gugur. Di daerah timur Mediterania, bunga yang tumbuh adalah spesies asli, Crocus cartwrightianus. Spesies liar ini kemudian direkayasa menjadi mutan triploid steril oleh ahli biologi, yang bagian stigmanya mengalami pemanjangan, dan jadilah spesies penghasil safron sekarang ini, yaitu Crocus sativus.
Di bulan Oktober, setelah bunga-bunga lain membentuk biji, bunga Crocus sativus mulai mengeluarkan warna bunga yang cukup tajam, dari pastel terang, ungu terang, lembayung, hingga warna yang gelap. Crocus sativus tumbuh di tempat gersang dan semigersang, tetapi toleran terhadap musim salju hingga suhu minus 10 derajat Celcius. Crocus sativus tumbuh paling baik pada tempat dengan sinar matahari kuat dan langsung.
Sekitar 150 tangkai bunga crocus sativus menghasilkan 1 gram safron kering.Untuk memproduksi 12 gram saffron kering diperlukan 72 gram stigma segar (safron basah).Rata-ratanya dari 1 tangkai bunga segar menghasilkan 0,03 gram saffron basah (segar) dan bila dikeringkan menjadi 0,007 gram saffron kering. Jadi, untuk mendapat saffron sebanyak 1 ons diperlukan bunga Crocus sativus sekitar 4.500 tangkai. Hal ini menjadi salah satu sebab mengapa saffron menjadi begitu mahal.
Negara penghasil "saffron"
Setiap tahunnya dihasilkan sekitar 300 ton saffron kering di seluruh penjuru dunia. Iran, Spanyol, India, Yunani, Azerbaijan, Maroko, dan Italia adalah negara penghasil saffron terbesar.
Saffron Spanyol dikenal karena kelembutannya dan biasa disebut sebagai Spanish superior and creme. Sementara itu, saffron Italia yang lebih pontensial, ada salah satu jenis saffron yang dikenal sebagai The Aquilla dan diakui banyak pihak sebagai saffron premium. Kemudian, saffron Khasmir dikenal karena warnanya yang berwarna merah keunguan dan termasuk kepada saffron berwarna gelap yang bersugesti pada kuatnya rasa, aroma, serta efek pewarnaan. Walaupun demikian pada kenyataannya, saffron Yunani, Iran, dan India lebih dicari karena keasliannya.
ISO 3632
Berdasarkan penelitian laboratorium, karakter warna saffron (crocin), rasa (picrocrocin), dan aroma (safranal} dapat menjadi acuan dalam penentuan kualitas saffron. Pengukurannya dilakukan berdasarkan standar intensitas zat yang ada dalam larutan saffron (serbuk saffron yang diberi larutan tertentu). Standar ini menjadi baku dan ekslusif untuk pengukuran saffron,yang disebut sebagai IS0 3632
Dengan metode spektrofotometri, saffron digolongkan kepada empat kelompok kualitas, yakni, IV (kualitas rendah), III, II, dan I (kualitas terbaik). Kualitas terendah mempunyai nilai absorbansi di bawah 80 (kelas IV), sedangkan kelas terbaik nilai absorbansinya di atas 190 (kelas I). Selama ini, nilai absorbansi tertinggi yang pernah dicapai adalah sebesar 250 untuk saffron terbaik yang berwarna merah marun gelap.
Hasil uji laboratorium tersebut banyak diragukan para pedagang dan pembeli saffron. Mereka lebih percaya kepada cara lama yakni mengguna- kan aroma, rasa, dan warna sebagai acuan dalam pengelompokan kualitas saffron. Banyak para ahli ani menggambarkan aroma saffron itu meng- ingatkan mereka pada madu berlogam dengan sedikit aroma rumput/jerami, tetapi sebagian dari mereka ada yang menyebut saffron itu beraroma pahit.***
Nia Kurnianingsih, S.Si.
Guru Sains, alumnus Dept. Biologi ITB.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Bisakah mendapatkan saffron di Indonesia?
Posting Komentar