Gempa bumi berkekuatan 7,8 skala Richter mengguncang Provinsi Sichuan, Cina, Senin (12/5) silam. Hingga 25 Mei 2008, sedikitnya 60.560 orang dilaporkan tewas dalam peristiwa gempa paling kuat dalam 30 tahun terakhir itu. Hingga saat ini, upaya pencarian dan pendataan korban masih terus dilakukan, di samping tentu saja, pemerintah Cina tetap bersiap mengantisipasi kemungkinan kejadian serupa terulang.
Bagaimanapun, peristiwa gempa bumi adalah bencana alam yang sulit dicegah kehadirannya. Namun, dari peristiwa gempa yang mengguncang Sichuan, ada beberapa catatan yang terkesan menyalahkan pihak otoritas setempat soal tiadanya peringatan dini kepada masyarakat. Suara-suara "sumbang" dari sejumlah masyarakat itu menyebutkan, andai saja otoritas setempat lebih tanggap dalam menangkap gejala-gejala alam, terutama yang diperlihatkan lewat perilaku aneh sejumlah hewan, proses evakuasi bisa dilakukan lebih awal dan jumlah korban bisa diminimalisasi.
Sejumlah media massa dan percakapan via online di Cina, kini banyak men- gangkat soal munculnya fenomena alam sebagai indikasi awal bakal terjadinya gempa yang gagal ditangkap oleh badan seismologi Cina. Pada prinsipnya, berita di media massa dan percakapan online itu mempertanyakan, mengapa semua tanda-tanda alam itu tidak membuat pemerintah Cina dalam hal ini otoritas biro seismologi siaga akan datangnya bencana? Apa saja tanda-tanda itu?
Tanda pertama, sekitar tiga pekan sebelum kejadian gempa, sejumlah air tiba-tiba lenyap dari sebuah kolam di Kota Enshi, Provinsi Hubei, sekitar 350 mil sebelah timur pusat gempa (episentrum}. Kemudian tiga hari sebelum gempa, ribuan ekor katak berkeliaran di jalan-jalan Kota Mianzhu, kota yang paling hebat digoyang gempa dan sekitar 2.000 orang penduduk setempat dilaporkan meninggal.
Saat itu, seperti dilaporkan media massa, penduduk Mianzhu merasa khawatir bahwa katak-katak tersebut adalah suatu tanda bencana alam sudah dekat. Namun, pejabat kehutanan setempat mengatakan bahwa hal itu (berkeliarannya katak-katak di jalanan) adalan sesuatu yang normal. Hal itu pun dilaporkan oleh surat kabar Huaxi Metropolitan pada 10 Mei 2008, atau dua hari sebelum kejadian gempa.
Sedangkan pada hari terjadinya gempa, menurut laporan harian Wuhan Evening Paper, sekawanan zebra membentur-benturkan kepalanya ke pintu di kebun binatang Wuhan, lebih dari 600 mil sebelah timur pusat gempa. Sementara itu, sejumlah gajah mengayun - ayunkan belalainya dengan liar, bahkan nyaris menghantam salah seorang petugas. Sekitar 20 ekor singa dan macan, yang biasanya tiduran pada tengah hari, saat itu memperlihatkan kelakuan yang aneh, tak henti-hentinya berjalan berkeliling kandang, seperti gelisah. Lima menit sebelum gempa terjadi, lusinan burung merak "menjerit-jerit" dengan suaranya yang melengking.
"Jika biro seismologi cukup profesional, mereka sudah cukup bisa meramal terjadinya gempa sepuluh hari lebih awal, ketika beberapa ribu meter kubik air tiba-tiba lenyap hanya dalam satu jam di Hubei, tapi biro di sana mengabaikan hal itu," demikian tulis satu komentar.
Yang jadi pertanyaan kemudian, apakah tanda-tanda alam, dalam hal ini perilaku aneh yang ditunjukkan hewan-hewan bisa dijadikan tanda untuk memprediksi datangnya gempa?
Masih skeptis
Menurut para ahli seismologi, hampir mustahil untuk memprediksi kapan dan di mana sebuah gempa akan terjadi. "Beberapa negara, termasuk Cina, sudah menggunakan tanda-tanda perubahan alam—umumnya perilaku aneh hewan—sebagai peringatan awal akan terjadinya gempa," kata Roger Musson, seorang ahli seismologi dari British Geological Survey.
Pernyataan Musson mengacu pada catatan yang ada di Cina. Pada musim dingin 1975, pejabat di Cina memerintahkan pengungsian/evakuasi penduduk Kota Hai- cheng di sebelah timur laut Provinsi Liaoning satu hari sebelum gempa berkekuatan 7,3 magnitudo. Evakuasi dilakukan menyusul adanya laporan mengenai binatang-binatang berkelakuan aneh dan perubahan permukaan air tanah. Meski sudah dilakukan evakuasi, lebih dari 2.000 orang meninggal.
Fenomena atau gejala lingkungan yang aneh, termasuk perubahan dalam level air, juga dilaporkan setahun kemudian sebelum gempa berkekuatan 7,6 magnitudo menghantam Tangshan, sebelah timur Laut Cina yang membunuh 240.000 orang. Satu tim yang beranggotakan para ahli seismologi Cina dikirim ke kawasan tersebut, namun mereka tidak menemukan bukti-bukti yang meyakinkan akan terjadinya gempa bumi. Ketika para ahli seimologi pulang kembali ke rumah, langkah mereka terhenti malam itu di Tangshan dan mereka tewas tertimpa reruntuhan gempa.
"Sejauh ini, belum ada cara yang benar-benar dapat diyakini atau dipercaya bahwa menggunakan hewan memang bisa memprediksi gempa," kata Musson.
Meski demikian, Musson tidak menutup kemungkinan bahwa sejumlah hewan memang memiliki kemampuan menangkap sinyal-sinyal yang dipancarkan oleh bumi sebelum gempa terjadi. Menurut dia, ada beberapa kemungkinan alasan mengapa binatang-binatang itu berkelakuan aneh.
Yang paling mungkin adalah bahwa pergerakan batuan bawah tanah sebelum terjadinya gempa menghasilkan suatu sinyal listrik yang bisa dirasakan oleh beberapa jenis binatang. Teori lainnya, binatang dapat merasakan getaran yang lemah sebelum gempa, sementara getaran yang sama tidak bisa dirasakan atau dilihat oleh manusia.
Zhang Xiaodong, seorang peneliti di Biro Seismologi Cina mengatakan bahwa lembaganya telah menggunakan aktivitas alam untuk memprediksi gempa bumi 20 kali dalam 20 tahun terakhir. Namun, hasilnya dianggap masih belum proporsional atau proporsinya masih kecil untuk gempa Cina. ''Yang jadi masalah sekarang adalah, hubungan seperti ini (antara perilaku aneh binatang dan gempa) masih samar-samar," kata Zhang. Meski demikian, pernyataan para ahli seismologi seperti halnya Roger Musson, tak mampu menghentikan perdebatan dan diskusi seputar hubungan kelakuan hewan dengan kejadian gempa. Sebagian besar media cenderung menyetujui dengan apa yang dimuat dalam sebuah artikel di surat kabar China Daily pada Selasa (13/5), satu hari setelah gempa terjadi, yang mempertanyakan mengapa pemerintah tidak memprediksi bakal terjadinya gempa.
Beberapa kemungkinan memang bisa saja terjadi, sejumlah hewan bisa dijadikan alat untuk memprediksi datangnya gempa. Ini dikaitkan dengan kemampuan hewan yang bisa menangkap medan dan gelombang elektromagnetik sampai batas yang tidak bisa ditangkap oleh manusia. Adanya gangguan medan elektromagnetik ini bisa menyebabkan rasa tak nyaman kepada sejumlah hewan dan memunculkan perilaku aneh pada binatang.
Hal itu bisa terlihat saat peristiwa gempa bumi besar berkekuatan 9 skala Richter yang menyebabkan gelombang tsunami di Aceh. Sebelum kejadian gempa, beberapa jenis burung tampak melakukan terbang eksodus tidak seperti biasanya. Beberapa jenis hewan liar di areal bakal terjadinya gempa juga lenyap entah ke mana.
Menurut Dr. Djedi S. Widarto, ahli peneliti muda bidang geofisika Puslit Geoteknologi LIPI (Republika, 23/4/2005), sangat mungkin hewan-hewan ini menyingkir lantaran merasa tidak nyaman oleh gangguan medan elektromagnetik. Sekelompok profesor senior di Jepang telah membuktikan hipotesis ini. "Mereka mencobakannya pada hewan-hewan terbang. Terlihat, binatang-binatang ini menjadi tak seimbang, lalu menyingkir setelah diberi gangguan elektromagnetik ," kata Djedi.
Asumsi Djedi didasarkan pada keyakinan bahwa gempa bisa diprediksi melalui gelombang elektromagnetik. Sayangnya, seperti halnya prediksi gempa menggunakan hewan, penggunaan gelombang elektromagnetik untuk memprediksi gempa juga masih belum populer, bahkan menyimpan kontroversi. Tampaknya, memang masih butuh waktu untuk menyibak berbagai misteri alam melalui tanda-tanda yang sebenarnya sudah dikirim oleh alam itu sendiri.***
Nur G.D.
Alumnus Teknik Elektro UGM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar