Jumat, 25 Juli 2008
Ada Apa Dengan Kentut ?
-----------------------------------------------------------------------------
Seorang bapak terbaring lemas di salah satu kamar perawatan rumah sakit setelah menjalani operasi dengan bius total. Bapak tersebut berkeluh kesah, berkata haus dan lapar, tetapi keluarganya tidak berani memberikan air setetes pun dan hanya bisa berkata, "Pak jangan dulu minum, kan belum kentut. " Kehadiran sang kentut amat dinanti karena setelah kentut, si bapak baru bisa minum dan makan. Mengapa?
-----------------------------------------------------------------------------
Kentut biasanya dianggap sebagai hal yang sepele dan "angin lalu". Sebagian besar masyarakat menempatkan dan membahas kentut hanya dari sisi etika dan adat kesopanan. Sering kali cara orang berkentut dijadikan ukuran seberapa jauh orang tersebut memahami sopan santun yang berlaku di masyarakat.Tidaklah mengherankan jika kemudian banyak orang merasa malu jika ketahuan kentut.
Pada tahun-tahun sekitar 40 sebelum Masehi, masyarakat Romawi kuno menga- lami masa-masa ketika kentut di tempat-tempat umum dinyatakan terlarang secara tertulis dalam undang-undang. Namun, Kaisar Claudius kemudian mengubah undang-undang tersebut, karena menurut para ahli sejarah mungkin disebabkan kaisar tersebut sering kentut sembarangan.
Mengeluarkan kentut dianggap sesuatu yang tidak sopan pada kebanyaka kebu- dayaan. Di dalam tatanan adat istiadat masyarakat Indonesia yang terdiri atas hermacam-macam suku ini masalah kentut tersebut juga menduduki tempat yang penting. Di daerah tertentu yang menyatalcan bahwa bila seorang calon menantu membuang angin sehingga terdengar oleh calon mertua, sang mertua akan segera memutuskan hubungan dengan calon menantunya.
Amat jarang orang menempatkan persoalan kentut dan sisi ilmiah. Paling tidak, kentut dipahami sebagai bagian dari sistem kehidupan yang ada dalam tubuh kita (manusia), sehingga dari pemahaman terhadap masalah kentut tersebut, kita juga bisa secara tepat bagaimana mengelola tubuh kita. Dengan alasan itulah, kita sudah saatnya tidak lagi memandang remeh, apalagi hina, terhadap kentut.
Di luar negeri, kentut yang istilah ilmiahnya "flatulence", "flatulency", atau "flatus", bukanlah peristiwa biasa. Untuk membuktikannya, coba cari saja kata kunci tiga frasa tersebut di mesin pencari internet. Jangan heran, jika hingga 2008 tak kurang dari 347.000 rujukan ilmiah tentang kentut. Kajian ilmiah tersebut diterbitkan oleh beragam jurnal ilmiah dari berbagai disiplin ilmu, mulai dari ilmu gizi, kedokteran, hingga kesehatan dan pengobatan.
Jangan menahan kentut
Kentut adalah perpindahan gas dari dalam tubuh, terutama dari usus keluar melalui anus. Gas ini berisi nitrogen, oksigen, metana (diproduksi bakteri atau kuman dan mudah terbakar), karbon dioksida, hidrogen, dan lain-lain. Kentut menandakan peristaltik (pergerakan) usus yang berfungsi dengan baik, sehingga orang pascaoperasi dengan bius total baru dapat diberi minum dan makan setelah kentut.
Pada kondisi tubuh yang normal, kentut merupakan tanda normalnya aktivitas sistem pencernaan. Sementara itu, kentut yang berlebihan atau tidak kentut sama sekali merupakan tanda adanya iritasi pada perut atau saluran cerna. Kentut tidak beracun, gas ini secara alami merupakan komppnen dari usus yang normal. Meskipun demikian, ketidaknyamanan dapat terbentuk saat tekanan gas semakin tinggi.
Dalam buku The Flatuosities, yang ditulis Hippocrates disebutkan bahwa beraneka ragam penyakit dapat timbul akibat tidak kentut karena berlebihannya gas yang terkumpul dalam perut.Secara teoritis, seseorang dapat menderita gangguan susah buang air besar bila menahan kentut. Tidak semua gas kentut keluar dari dalam tubuh melalui anus. Ketika tekanan parsial berbagai komponen gas usus lebih tinggi daripada tekanan parsial dalam darah, komponen-komponen tersebut masuk ke dalam sistem peredaran darah melalui permukaan usus melalui proses difusi.
Pada saat darah mencapai paru-paru, dengan proses difusi gas-gas tersebut dapat keluar dari darah dan keluar pada saat mengeluarkan napas. Jika seseorang menahan kentut pada saat siang hari, gas kentut tersebut akan keluar selama kita tidur dalam kondisi relaksasi. Adakalanya gas kentut terjebak pada saat pembentukan feses (kotoran) dan keluar bersamaan dengan proses buang air besar.
Sering disalahtafsirkan
Kebiasaan menelan udara tanpa disadari dilakukan oleh setiap orang. Pada saat-saat tertentu, seperti dalam keadaan tegang atau stres, udara yang tertelan dapat semakin banyak. Udara tersebut masuk ke lambung dan dapat dikeluarkan lagi atau terus masuk ke dalam usus. Kebiasaan menelan udara juga berhubungan dengan kelainan-kelainan fungsi saluran cerna.
Sejumlah udara juga ikut tertelan bersama-sama dengan makanan, minuman, atau ludah yang ditelan. Jumlah yang tertelan meningkat pada orang yang cepat makannya, pada kaum perokok, dan mereka yang emosinya tak stabil. Biasanya setelah makan, udara yang tertelan ini keluar dengan sendirinya dengan berta- hak. Akan tetapi, pada orang-orang tertentu udara tersebut tidak dapat keluar
dengan sendirinya.Udara yang terkumpul di lambung dan menyebabkan sindroma magenblase.
Udara yang diproduksi pada fermentasi oleh bakteri-bakteri dalam kolon. komposisi dan volumenya bergantung pada sisa makanan dan jenis bakteri, terutama yang bersifat anaerobik. Jenis sisa makanan dengan sendirinya dipengaruhi oleh komposisi makanan sehari-nari, golongan legume atau kacang-kacangan merupakan salah satu makanan yang menyebabkan pembentukan gas dalam perut.
Pada sistem pencernaan manusia, kesulitan pembuangan gas sebagai kentut antara lain memang disebabkan gas berada dalam gelembung-gelembung kecil yang menyerupai busa. Pembentukan gelembung ini ternyata dibantu oleh lendir dalam saluran pencernaan. Peranan lendir ini telah dibuktikan dalam berbagai per- cobaan di antaranya pertama objek percobaan yang diminta meminum lendir ternyata mengalami gejala-gejala yang serupa dengan gangguan karena pengumpulan gas dalam perut. Objek penelitian kedua telah terbukti ada kore- lasi antara kekentalan mukus dalam perut dan tingkat beratnya keluhan penderita. Stres ikut meningkatkan pembentukan mukus atau sekresi mukus dalam saluran pencernaan.
Pengumpulan gas dapat menimbulkan keluhan-keluhan perut kembung, mulas- mulas, dan berbagai keluhan lain. Demikian kompleksnya gejala-gejala ini sehingga sering disalah-tafsirkan sebagai penyakit organik seperti batu empedu. Gas yang terkumpul di dalam lambung dapat mendorong hemidiaphragm ke atas dan menekan jantung. Ini dapat menimbulkan gejala-gejala nyeri pada perut kiri atas yang kadang-kadang menjalar Ke leher. ***
Irna Safira Inayah, S.Si.
Staf Pengajar Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia (STFI) Bandung.
Dadang Gusyana, S.Si.
Information Officer, Indonesian Biotechnology Information Centre (IndoBIC), Pengembang situs http://www.moriska-group.com & http://moriskaoptikal.blogspot.com.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar