Rabu, 07 Januari 2009

Mari jaga kesejukan Bandung


Area Sejuk Kian Berkurang

Bandung Semakin Panas

"Emisi inframerah
menyebabkan gelombang
panas yang dipancarkan
oleh daerah tersebut
tertahandi udara.
Akibatnya udara jadi
terasa semakin panas.
Dan semakin parah ketika
jumlah pepohonannya berkurang,"

BANDUNG tak lagi sejuk. Terik matahari seakan mencubit permukaan kulit. Begitu kira-kira kesan yang tertangkap dengan kondisi Bandung saat ini. Tidak hanya Kota Bandung, tetapi seluruh cekungan Bandung, termasuk Kab. Bandung, Kab. Bandung Barat, dan wilayah di sekitarnya. Padahal, banyaknya wisatawan yang datang ke Bandung adalah mereka yang ingin menikmati hawa sejuk pegunungan. Apa mau dikata, tak ada lagi embun di pagi hari. Panas semakin menjadi-jadi. Tak perlu menunggu siang hari, pagi pun sudah terasa hangatnya.
Inilah yang dinamakan dengan urban heat island (pulau panas perkotaan). Fenomena ini ditandai dengan semakin tingginya suhu udara. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), dari tahun 1994 sampai 2001 luas area yang bersuhu udara 31 derajat Celsius bertambah sekitar 15.000 ha. Luas area yang bersuhu 32-33 derajat Celcius juga bertambah sekitar 15.000 ha. Sementara itu, luas area yang bersuhu 27-29 derajat Celsius berkurang sekiar 20.000 ha. Suhu normal pada suatu area berkisar 25 derajat Celsius. Area itu pun sudah berkurang sekitar 15.000 ha.
Menurut Kepala Pusat Pemanfaatan Sains dan Iklim Lapan Thomas Djamaluddin, kenaikan suhu di perkotaan ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, berkurangnya jumlah vegetasi yang berfungsi sebagai penahan radiasi sinar matahari sekaligus menyerap karbondioksida (CO2). Kedua, bertambahnya jumlah industri dan kendaraan bermotor yang mengeluarkan CO2. "Banyaknya CO2 yang terdapat di udara menyebabkan panas tidak bisa langsung diserap oleh atmosfer," katanya saat dijumpai di ruang kerjanya, Jln. Dr. Djundjunan Bandung, Senin (13/10). Ketiga, bertambahnya daerah yang memancarkan gelombang panas. Misalnya jalan beraspal dan gedung-gedung yang terbuat dari beton. "Emisi inframerah menyebabkan gelombang panas yang dipancarkan oleh daerah tersebut tertahan di udara. Akibatnya udara jadi terasa semakin panas. Dan semakin parah ketika jumlah pepohonannya berkurang," tuturnya. Gejala-gejala yang ditunjukkan hampir sama dengan fenomena pemanasan global (global warming). Menurut Thomas, pemanasan global

Tidak ada komentar: